Dan's Blog -
Inilah Dracula Sebenarnya Yang Selama Ini Di Sembunyikan - Selama ini yang selalu kita ketahui dracula adalah sebuah cerita fiksi yang dibuat oleh negara - negara barat. Banyak yang telah tertipu oleh penyamaran mereka yang sangat baik. Yang sebenarnya terjadi, dracula adalah tokoh kekejaman mereka yang telah mereka anggap sebagai pahlawan pada perang salib terdahulu. Bukti kekejaman dan kekejiannya terus mereka sembunyikan untuk terus memperlihatkan bahwa mereka selalu berbuat benar. Berikut ini artikel yang saya kutip dari salah satu foto pada jejaring sosial facebook :
Kisah
hidup Dracula merupakan salah satu contoh bentuk penjajahan sejarah
yang begitu nyata yang dilakukan Barat. Kalau film Rambo merupakan suatu
fiksi yang kemudian direproduksi agar seolah-olah menjadi nyata oleh
Barat, maka Dracula merupakan kebalikannya, tokoh nyata yang
direproduksi menjadi fiksi. Bermula dari novel buah
karya Bram Stoker yang berjudul Dracula, sosok nyatanya kemudian
semakin dikaburkan lewat film-film seperti Dracula’s Daughter (1936),
Son of Dracula (1943), Hoorof of Dracula (1958), Nosferatu (1922)-yang
dibuat ulang pada tahun 1979-dan film-film sejenis yang terus-menerus
diproduksi.
Lantas, siapa sebenarnya Dracula itu?
Dalam
buku berjudul “Dracula, Pembantai Umat Islam Dalam Perang Salib” karya
Hyphatia Cneajna ini, sosok Dracula dikupas secara tuntas. Dalam buku
ini dipaparkan bahwa Dracula merupakan pangeran Wallachia , keturunan
Vlad Dracul. Dalam uraian Hyphatia tersebut sosok Dracula tidak bisa
dilepaskan dari menjelang periode akhir Perang Salib. Dracula dilahirkan
ketika peperangan antara Kerajaan Turki Ottoman-sebagai wakil Islam-dan
Kerajaan Honggaria-sebagai wakil Kristen-semakin memanas. Kedua
kerajaan tersebut berusaha saling mengalahkan untuk merebutkan
wilayah-wilayah yang bisa dikuasai, baik yang berada di Eropa maupun
Asia . Puncak dari peperangan ini adalah jatuhnya Konstantinopel-
benteng Kristen-ke dalam penguasaan Kerajaan Turki Ottoman.
Dalam babakan Perang Salib di atas Dracula merupakan salah satu panglima
pasukan Salib. Dalam peran inilah Dracula banyak melakukan pembantain
terhadap umat Islam. Hyphatia memperkirakan jumlah korban kekejaman
Dracula mencapai 300.000 ribu umat Islam. Korban-korban tersebut dibunuh
dengan berbagai cara-yang cara-cara tersebut bisa dikatakan sangat
biadab-yaitu dibakar hidup-hidup, dipaku kepalanya, dan yang paling
kejam adalah disula. Penyulaan merupakan cara penyiksaan yang amat
kejam, yaitu seseorang ditusuk mulai dari anus dengan kayu sebesar
lengan tangan orang dewasa yang ujungnya dilancipkan. Korban yang telah
ditusuk kemudian dipancangkan sehingga kayu sula menembus hingga perut,
kerongkongan, atau kepala. Sebagai gambaran bagaimana situasi ketika
penyulaan berlangsung penulis mengutip pemaparan Hyphatia:
“Ketika
matahari mulai meninggi Dracula memerintahkan penyulaan segera dimulai.
Para prajurit melakukan perintah tersebut dengan cekatakan seolah robot
yang telah dipogram. Begitu penyulaan dimulai lolong kesakitan dan jerit
penderitaan segera memenuhi segala penjuru tempat itu. Mereka, umat
Islam yang malang ini sedang menjemput ajal dengan cara yang begitu
mengerikan. Mereka tak sempat lagi mengingat kenangan indah dan manis
yang pernah mereka alami.”
Tidak hanya orang dewasa saja yang
menjadi korban penyulaan, tapi juga bayi. Hyphatia memberikan pemaparan
tetang penyulaan terhadap bayi sebagai berikut:
“Bayi-bayi yang
disula tak sempat menangis lagi karena mereka langsung sekarat begitu
ujung sula menembus perut mungilnya. Tubuh-tubuh para korban itu
meregang di kayu sula untuk menjemput ajal.”
Kekejaman seperti yang
telah dipaparkan di atas itulah yang selama ini disembunyikan oleh
Barat. Menurut Hyphatia hal ini terjadi karena dua sebab. Pertama,
pembantaian yang dilakukan Dracula terhadap umat Islam tidak bisa
dilepaskan dari Perang Salib. Negara-negara Barat yang pada masa Perang
Salib menjadi pendukung utama pasukan Salib tak mau tercoreng wajahnya.
Mereka yang getol mengorek-ngorek pembantaian Hilter dan Pol Pot akan
enggan membuka borok mereka sendiri. Hal ini sudah menjadi tabiat Barat
yang selalu ingin menang sendiri. Kedua, Dracula merupakan pahlawan bagi
pasukan Salib. Betapapun kejamnya Dracula maka dia akan selalu
dilindungi nama baiknya. Dan, sampai saat ini di Rumania , Dracula masih
menjadi pahlawan. Sebagaimana sebagian besar sejarah pahlawan-pahlawan
pasti akan diambil sosok superheronya dan dibuang segala kejelekan,
kejahatan dan kelemahannya.
Guna menutup kedok kekejaman
mereka, Barat terus-menerus menyembunyikan siapa sebenarnya Dracula.
Seperti yang telah dipaparkan di atas, baik lewat karya fiksi maupun
film, mereka berusaha agar jati diri dari sosok Dracula yang sebenarnya
tidak terkuak. Dan, harus diakui usaha Barat untuk mengubah sosok
Dracula dari fakta menjadi fiksi ini cukup berhasil. Ukuran keberhasilan
ini dapat dilihat dari seberapa banyak masyarakat-khususny a umat Islam
sendiri-yang mengetahui tentang siapa sebenarnya Dracula. Bila jumlah
mereka dihitung bisa dipastikan amatlah sedikit, dan kalaupun mereka
mengetahui tentang Dracula bisa dipastikan bahwa penjelasan yang
diberikan tidak akan jauh dari penjelasan yang sudah umum selama ini
bahwa Dracula merupakan vampir yang haus darah.
Selain
membongkar kebohongan yang dilakukan oleh Barat, dalam bukunya Hyphatia
juga mengupas makna salib dalam kisah Dracula. Seperti yang telah umum
diketahui bahwa penggambaran Dracula yang telah menjadi fiksi tidak bisa
dilepaskan dari dua benda, bawang putih dan salib. Konon kabarnya hanya
dengan kedua benda tersebut Dracula akan takut dan bisa dikalahkan.
Menurut Hyphatia pengunaan simbol salib merupakan cara Barat untuk
menghapus pahlawan dari musuh mereka-pahlawan dari pihak Islam-dan
sekaligus untuk menunjukkan superioritas mereka.
Siapa pahlawan
yang berusaha dihapuskan oleh Barat tersebut? Tidak lain Sultan Mahmud
II (di Barat dikenal sebagai Sultan Mehmed II). Sang Sultan merupakan
penakluk Konstantinopel yang sekaligus penakluk Dracula. Ialah yang
telah mengalahkan dan memenggal kepala Dracula di tepi Danau Snagov.
Namun kenyataan ini berusaha dimungkiri oleh Barat. Mereka berusaha agar
merekalah yang bisa mengalahkan Dracula. Maka diciptakanlah sebuah
fiksi bahwa Dracula hanya bisa dikalahkan oleh salib. Tujuan dari semua
ini selain hendak mengaburkan peranan Sultan Mahmud II juga sekaligus
untuk menunjukkan bahwa merekalah yang paling superior, yang bisa
mengalahkan Dracula si Haus Darah. Dan, sekali lagi usaha Barat ini bisa
dikatakan berhasil.
Selain yang telah dipaparkan di atas, buku
“Dracula, Pembantai Umat Islam Dalam Perang Salib” karya Hyphatia
Cneajna ini, juga memuat hal-hal yang selama tersembunyi sehingga belum
banyak diketahui oleh masyarakat secara luas. Misalnya tentang kuburan
Dracula yang sampai saat ini belum terungkap dengan jelas, keturunan
Dracula, macam-macam penyiksaan Dracula dan sepak terjang Dracula yang
lainnya.
Kesimpulan
suatu
penjajahan sejarah tidak kalah berbahayanya dengan bentuk penjajahan
yang lain-politik, ekonomi, budaya, dll. Penjajahan sejarah ini
dilakukan secara halus dan sistematis, yang apabila tidak jeli maka kita
akan terperangkap di dalamnya. Oleh karena itu, sikap kritis terhadap
sejarah merupakan hal yang amat dibutuhkan agar kita tidak terjerat
dalam penjajahan sejarah. Sekiranya buku karya Hyphatia ini-walaupun
masih merupakan langkah awal-bisa dijadikan pengingat agar kita selalu
kritis terhadap sejarah karena ternyata penjajahan sejarah itu begitu
nyata ada di depan kita.
Dari artikel diatas jelas bahwa selama ini kita telah dibodohi dan dibohongi oleh mereka yang selalu mengandalkan segala cara untuk kepentingan mereka sendiri. Dengan berbagai cara
karakter dari dracula disamarkan dengan sangat rapi agar semua menjadi percaya bahwa dracula adalah sebuah tokoh fiksi. Semoga kita mampu menjadi lebih kritis dalam segala hal. Dan kritis dalam arti positif pastinya.
artikel yg menarik,buat nambah pengetahuan sjarah
ReplyDelete